Pernahkah terbayangkan oleh Anda mengekspor sesuatu yang dianggap limbah?
Baru-baru ini berita ramai dengan (limbah) biji kapuk di Jawa Tengah. Sesuatu yang dianggap limbah ini ternyata menjadi komoditas ekspor. Mungkin kita harus menyetujui sebuah kutipan yang mengatakan bahwa orang kreatif selalu bisa menciptakan peluang. Berbagai judul artikel bermuculan mengudarakan berita ini. Siapa sangka biji kapuk atau klenteng yang kita anggap tidak memiliki manfaat ternyata laris di pasar ekspor.
Pada awal Agustus kemarin, komoditi ini diekspor ke Korea Selatan melalui Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Kementan melalui Karantina Pertanian Semarang telah mensertifikasi ekspor bungkil biji kapuk ini sebanyak 100 ton atau senilai RP 343 juta. Bungkil biji kapuk yang akan diekspor ini telah dinyatakan sehat dan aman sesuai persyaratan.
Pada tahun 2018, ekspor komoditi ini hanya 50 ton yang artinya pada tahun ini naik hingga angka 100%. Ternyata, di negara tujuan ekspor limbah kapuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pakan ternak dari biji kapuk ini akan melalui proses press dan dipadu padankan dengan bahan lainnya. Minyak yang dihasilkan dari proses tersebutlah yang akan digunakan sebagai campuran pakan ternak. Pada dasarnya, bungkil biji kapuk tidak berbau dan berasa jadi harus dikombinasikan dengan bahan lainnya untuk merangsang rasa pada pakan ternak.
Peluang ekspor biji kapuk masih besar ke negara Jepang dan Korea. Limbah yang dianggap tidak berguna ini malah menjadi nilai ekonomis di negara lain bahkan nilai jualnya hingga ratusan juta rupiah. Biji kapuk yang diekpor ini didapatkan dari Jawa Tengah dan Pasuruan, Jawa Timur. Dengan melihat potensi ekspor yang tinggi, pemerintah berharap agar sentra-sentra kapuk di Jawa Tengah dan lainnya dapat memanfaatkan peluang ini.
Untuk mengetahui info ekspor lebih lanjut, silakan kunjungi http://www.goexport.org